Panen Dan Pasca Panen Padi Sawah

Pemanenan padi merupakan kegiatan akhir dari pra panen dan awal dari pasca panen. Usaha tani padi tidak akan menguntungkan atau tidak akan memberikan hasil yang memuaskan apabila proses pemanenan dilakukan pada umur panen yang tidak tepat dan dengan cara yang kurang benar. Umur panen padi yang tepat akan menghasilkan gabah dan beras bermutu baik, sedang cara panen yang baik secara kuantitatif dapat menekan kehilangan hasil. Oleh karena itu komponen teknologi pemanenan padi perlu disiapkan.

Umur panen
Penentuan waktu panen yang tepat merupakan salah satu faktor penting terhadap hasil dan kualitas gabah yang dihasilkan. Bila tanaman dipanen terlalu awal, akan terjadi butir hijau, akibatnya kualitas gabah yang dihasilkan rendah, banyak butir mengapur dan beras kepala banyak yang patah. Sebaliknya bila tanaman padi dipanen terlambat, akan menurunkan hasil gabah karena terjadi kerontokan gabah, timbangan gabah menjadi lebih ringan karena kadar air sudah menurun. Pemanenan gabah yang ideal dilakukan bila sudah 90% masak fisiologis, artinya 90% gabah telah berubah warna dari hijau menjadi kuning, bila dihitung dari masa berbunga, telah mencapai 30-35 hari.

Alat panen dan cara panen
Alat panen yang sering digunakan dalam pemanenan padi, adalah (1) ani –ani, (2) sabit biasa dan (3) sabit bergerigi. Dengan diintroduksikannya varietas –varietas unggul baru padi yang memiliki potensi hasil tinggi dan berpostur pendek, maka terjadi perubahan penggunaan alat panen dari ani-ani ke penggunaan sabit biasa/sabit bergerigi. Dalam pemanenan padi tersebut menyebabkan kehilangan hasil rendah.
Cara panen padi tergantung kepada alat perontok yang digunakan . Ani-ani umumnya digunakan petani untuk memanen padi lokal yang tahan rontok dan tanaman padi berposter tinggi dengan cara memotong pada tangkainya. Cara panen padi varietas unggul baru dengan sabit dapat dilakukan dengan cara potong atas, potong tengah atau potong bawah tergantung cara perontokannya. Cara panen dengan potong bawah, umumnya dilakukan bila perontokannya dengan cara dibanting/digebot atau menggunakan pedal thresher. Panen padi dengan cara potong atas atau potong tengah bila dilakukan perontokannya menggunakan mesin perontok.

Perontokan
Perontokan padi merupakan tahapan pascapanen padi setelah pemotongan padi (pemanenan). Tahapan kegiatan ini bertujuan untuk melepaaskan gabah dari malainya. Perontokan padi dapat dilakukan secara manual atau dengan alat dan mesin perontok. Prinsip untuk melepaskan butir gabah dari malainya adalah dengan memberikan tekanan atau pukulan terhadap malai tersebut. Proses perontokan padi memberikan kontribusi cukup besar pada kehilangan hasil padi secara keseluruhan.
Berdasarkan alat perontok padi, cara perontokan dapat dikelompokkan menjadi beberapa cara, antara lain (1) iles/injak-injak, (2) pukul/gedig, (3) banting/gebot, (4) pedal thresher, (5) mesin perontok. Perontokan padi dengan cara dibanting dilakukan dengan cara membantingkan atau memukulkan segenggam potongan padi ke benda keras, misalnya kayu, bambu atau batu yang diletakkan pada alas penampung gabah. Perontokan padi dengan cara gebot banyak gabah yang tidak terontok berkisar antara 6,4 % - 8,9 % Untuk menghindari hal tersebut, maka perontokan padi perlu menggunakan alat atau mesin perontok.
Penggunaan mesin perontok menyebabkan gabah tidak terontok sangat rendah, yaitu kurang dari satu persen. Hasil pengujian empat mesin perontok padi Type TH-6 menunjukkan bahwa kapasitas mesin perontok tersebut bervariasi antar 523 kg/jam/unit sampai 1.125 kg/jam/unit tergantung kepada spesifikasi atau pabrik pembuatannya. Penggunaan mesin perontok dalam perontokan padi, selain dapat menekan kehilangan hasil juga dapat meningkatkan kapasitas kerja.

Kehilangan Hasil
Secara nasional kehilangan hasil selama penanganan masih relatif tinggi, yaitu sekitar 21 % dan yang tertinggi terjadi pada tahapan pemanenan sekitar 9 % dan perontokan sebesar 5%. Kehilangan hasil panen padi ini akan lebih besar lagi apabila para pemanen menunda perontokan padinya selama satu sampai tiga hari yang menyebabkan kehilangan hasil antara 2,57% -3,12%. Dalam sistem pemanenan padi, proses pemotongan padi dan proses perontokan merupakann satu kesatuan proses yang dilaksanakan oleh tenaga pemanen.
Kehilangan hasil panen padi dipengaruhi oleh (1) varietas, (2) kadar air gabah saat panen, (3) alat panen, (4) cara panen, (5) cara/alat perontokan, dan (6) sistem pemanenan padi. Kehilangan hasil varietas Memberamo yang mudah rontok saat pemotongan padi (6,36%) lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Cilamaya Muncul (5,11%).
Perilaku pemanenan juga mempengaruhi besarnya kehilangan hasil padi. Pemanenan padi sistem keroyokan (individual) dengan jumlah pemanen tidak terbatas (lebih dari 150 orang per hektar) mendorong pemanen untuk berebut memotong padi yang menyebabkan banyak gabah rontok. Perontokan padi dengan cara dibanting/digebot menyebabkan banyak gabah tercecer dan juga banyak gabah tidak terontok. Kehilangan hasil pada sistem keroyokan sebesar 18,9% jauh lebih besar dibandingkan dengan sistem kelompok 5,9%.
Jumlah pemanen per hektar dalam pemanenan padi sistem kelompok juga telah diteliti untuk mendapatkan efektivitas kerja seoptimal mungkin dengan tingkat kehilangan serendah mungkin. Hasil percobaan menunjukkan bahwa kehilangan hasil pemanenan padi secara kelompok dengan jumlah pemanen 20, 30, 40 dan 50 orang, masing-masing menyebabkan kehilangan hasil sebesar 4,3%, 6,58%, 7,57% dan 9,90%. Ditinjau dari rendahnya kehilangan hasil, maka jumlah pemanen per hektar yang sesuai adalah 20 orang dan 30 orang dengan kemampuan pemanen masing-masing 135,0 dan 132,6 jam/orang/ha.

Sumber:
Setyono A. 2003. Teknologi Penanganan Pascapanen Padi. Balai Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi

Comments

Popular posts from this blog

Pengendalian Hama Dan Penyakit Tanaman Kedelai

Cara Pengairan Berselang Pada Padi Sawah

Sistem Irigasi Berselang (Intermitten)