Pengendalian Hama Tikus
Tikus
mempunyai indra penglihatan yang lemah dan buta wama, namun diimbangi oleh
indra penciuman, peraba dan pendengaran yang tajam. Gerakan di malam hari
terutama dituntun oleh misai dan bulu-bulu yang tumbuh panjang.
Tikus
mempunyai gigi seri yang sangat tajam dan selalu tumbuh terns, sehingga selama
hidupnya gigi tersebut dapat mencapai panjang 15-25 cm. Apabila pertumbuhan
gigi seri tersebut dibiarkan, maka gigi seri tersebut mengganggu. Oleh karena
itu agar panjang gigi serinya tetap normal, tikus sering mengerat benda-benda
keras maupun lunak yang dijumpai, sehingga menjadi penyebab utama kerusakan
yang ditimbulkan, akibat yang ditimbulkannya dalam setiap hari dapat mencapai
tidak kurang dari lima kali banyaknya makanan yang dibutuhkan.
Perkembangbiakan tikus sangat dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan, terutama ketersediaan makanan. Pada daerah dengan musim
hujan dan musim kemarau yang tidak banyak berbeda sepanjang tahun, faktor
tersedianya makanan tidak banyak berbeda, sehingga kepadatan populasi tikus
juga stabil. Untuk daerah yang mempunyai musim hujan dan musim kemarau yang
berbeda jelas, maka kepadatan populasi tikus tidak stabil. Pada musim hujan,
dengan persediaan makanan cukup, tikus akan berkembang biak dengan pesat.
Sebaliknya di musim kemarau dengan ketersediaan air yang sangat terbatas
perkembangbiakan tikus sangat terhambat, bahkan dapat terhenti sama sekali.
Tikus
yang kelaparan akan memakan hampir semua benda yang dijumpai, lain halnya bila
ketersediaan makanan cukup, tikus akan memilih makanan yang paling disukai
yaitu padi bunting, padi menguning dan jagung muda. Disamping itu tikus juga
menyukai ubi kayu, ubi jalar, tebu dan kelapa. Pada dasamya makanan tikus
adalah karbohidrat. Namun adakalanya dijumpai tikus memakan serangga, siput,
bangkai ikan dan makanan hewan lain. Makanan jenis hewani tersebut diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan akan protein. Hampir seluruh waktu yang digunakan
untuk makan adalah malam hari. Pada waktu makan, tikus bergerak kesana kemari
sambil menggerogoti makanannya sedikit demi sedikit sepanjang malam sampai
kenyang.
Tikus
hidup di tempat-tempat yang tersedia cukup makanan dan yang dapat memberikan
perlindungan. Mereka lebih suka tempat-tempat bervegetasi yang memenuhi kedua
kebutuhan tersebut. Bila hal ini tidak terpenuhi, mereka berdiam di
tempat-tempat yang memberikan cukup perlindungan baik terhadap panas maupun
musuh-musuhnya, yaitu semak-semak atau tempat-tempat berumput lainnya yang
tidak jauh dari sumber makanan.
Tikus
sawah merupakan binatang yang sangat pandai membuat liang untuk bersarang.
Liang bagi tikus berfungsi sebagai tempat berlindung, memelihara anak dan
menimbun makanan. Sarang dibuat selama masa perkawinan dan digunakan untuk
melahirkan dan melindungi anak-anaknya.
Tikus
yang akan melahirkan mengurung diri di dalam liang dan menutup pintu masuk
dengan tanah galian. Tutup ini akan dibuka apabila anak-anaknya sudah mampu
bergerak sendiri.
Liang tikus biasanya mempunyai pintu masuk
utama yang berakhir dengan satu atau dua jalan keluar yang tersamarkan. Pada
umumnya liang tikus berlekuk-lekuk di bawah tanah sedalam 0,5 m dan dilengkapi
dengan ruang-ruang sebagai tempat penyimpanan makanan dan tempat melahirkan.
Panjang liang tikus 0,5-1,5 m, bahkan liang tikus dapat mencapai 10 m, hal ini
sejalan dengan perkembangan anggota kelompok. Liang tikus tidak selamanya
dihuni, terutama pada waktu persediaan makan berkurang atau bencana banjir.
Tikus biasanya mengembara dan membuat sarang baru atau menempati tempat yang
lama sekitar tanggul irigasi. pekarangan rumah sekitar gudang padi, kebun tebu,
rumpun bambu, semak belukar, pekuburan, tegalan atau permukaan tanah yang
tinggi.
Pada
umumnya liang yang ditinggalkan tidak digunakan oleh tikus-tikus lainnya
kecuali untuk berlindung atau berteduh.
PENGENDALIAN HAMA TIKUS
Dalam pengendalian tikus diperlukan strategi yang dapat memadukan semua teknik
pengendalian yang kompatibel menjadi satu kesatuan program, sehingga populasi
hama tikus selalu berada pada tingkat yang tidak menimbulkan kerugian ekonomi,
menghasilkan keuntungan optimal bagi produsen serta aman bagi produsen,
konsumen dan lingkungan.
Mengingat
kerugian hasil panen padi yang disebabkan oleh adanya serangan hama tikus
setiap musim tanam atau setiap tahunnya cukup tinggi, maka perhatian terhadap
upaya pengendalian hama tikus tersebut dapat lebih ditingkatkan lagi. Untuk
itu, diperlukan langkah-langkah gerakan pengendalian hama tikus sebagai berikut
:
1) Pembentukan
dan pengorganisasian kelompok gerakan pengendalian hama tikus terpadu di
tingkat lapangan/desa. Demikian halnya di tingkat Kecamatan, Kabupaten,
Propinsi hingga ke tingkat Pusat.
2) Perencanaan
yang sistematis dan terkoordinasi, dengan melibatkan semua unsur terkait dan
aparat pemerintah dalam melaksanakan gerakan pengendalian sesuai dengan hasil
peramalan serangan hama tikus serta situasi dan kondisi lapangan sejak pra
tanam hingga panen.
3) Gagasan
pengendalian hama tikus harus muncul dari petani sendiri sehingga petani
mempunyai kepentingan dan tanggungjawab yang sama dalam hal pengendalian tikus.
4) Koordinasi
antar kelompok gerakan pengendalian hama tikus terpadu mulai dari tingkat
lapangan sampai ke tingkat propinsi, mengingat perkembangan hama tikus tidak
mengenal batas administrasi, tempat dan waktu.
5) Penyediaan
sarana dan prasarana pengendalian hama tikus di tingkat lapangan sesuai dengan
perencanaan, yang didukung oleh kesiapan petani sebagai tenaga pelaksana
operasional di lapangan.
6) Pelaksanaan
operasional pengendalian hama tikus di lapangan secara serempak dan
berkesinambungan, kontinyu, terus menerus sesuai dengan jadwal gerakan.
7) Evaluasi
hasil pelaksanaan operasional setiap gerakan pengendalian hama tikus terpadu di
setiap tingkatan kelompok gerakan untuk mengidentifikasi berbagai kendala dan
permasalahan yang timbul di lapangan.
8) Untuk
mendukung efektivitas pelaksanaan gerakan perlu dilaksanakan Sekolah Lapangan
Pengendalian Hama Terpadu Hama Tikus (SLPHT- Tikus).
Komponen-komponen PHT yang dapat
dipadukan dalam pengendalian hama tikus antara lain :
(a)
Sanitasi Lingkungan,dilakukan dalam bentuk membersihkan
semak-semak dan rerumputan, membongkar liang dan sarang serta tempat
perlindungan lainnya. Dengan lingkungan yang bersih, tikus akan merasa kurang
mendapat tempat berlindung.
(b) Fisik dan
Mekanis,Usaha
pengendalian secara fisik maupun mekanis meliputi semua cara secara fisik
langsung membunuh tikus seperti dengan pukulan, diburu dengan anjing,
menggunakan perangkap tikus, penggunaan pagar plastik dan lain sebagainya. Cara
pengendalian ini biasanya memberikan hasil yang memuaskan. Beberapa langkah
praktis yang dapat dilakukan secara mekanis antara lain :
1) Gropyokan yang dilakukan secara
massal dilengkapi dengan alat pemukul, cangkul, emposan tikus dengan cara
menggali liang, mengempos asap belerang ke liang dan menggalinya.
|
|
Di beberapa daerah ada yang melakukan
dengan bantuan regu anjing yang telah terlatih untuk berburu tikus, senapan
angin, yang dinilai cukup efektif sesuai spesifik lokasi. Kegiatan
gropyokan dilakukan setelah panen hingga persemaian
.2)
Pembongkaran liang dilakukan pada saat bera atau persiapan tanam, sekaligus
membersihkan dan memperbaiki pematang sawah.
3)
Perangkap bubu, dilakukan pada persemaian yang dikombinasikan dengan pagar
plastik, yang diprioritaskan pada daerah endemis.
|
|
|||
|
||||
4) Perangkap bambu 5-10 buah/ha dengan
panjang 2 meter, diletakkan pada pematang sawah yang tersebar pada jalur
pergerakan tikus, saat kondisi pertanaman stadia vegetatif hingga generatif.
5) Tanaman perangkap menggunakan
varietas padi yang genjah dengan luas berkisar 27 x 75 m2 dengan waktu tanam 20
hari lebih awal dan kemudian di pasang pagar plastik yang dikombinasikan dengan
bubu perangkap.
6) Perangkap bubu linier (Linier Trap
Barrier System) yang dapat dipasang pada waktu pertanaman padi mulai dari
persemaian hingga panen. Teknologi ini sangat efektif digunakan untuk menangkap
tikus dari arah habitat tikus yang berbatasan dengan tanaman padi sehingga
menghambat migrasi tikus. Idealnya perdesa memiliki minimal 5 unit LTBS (1 unit/50
meter)
|
(c)
Mengatur waktu tanam
Dengan mengatur waktu tanam, jangka
waktu tersedianya makanan yang disukai tikus akan terbatas dan diselingi dengan
masa yang kurang menguntungkan bagi perkembangbiakan tikus. Pengaturan waktu
tanam ini dilaksanakan dengan menanam dalam waktu singkat untuk wilayah yang
cukup luas (tanam serentak).
Diupayakan agar waktu tanam dengan
selang < 10 hari dalam areal yang luas, sehingga masa generatif hampir
serentak. Dengan demikian masa perkembangbiakan tikus hanya berlangsung dalam
waktu yang singkat. Karena daya jelajah tikus sampai + 2 km, maka
penanaman serentak hendaknya meliputi areal paling sedikit seluas + 300
ha.
Mengurangi ukuran pematang di sekitar
sawah, sehingga mempersulit tikus membuat liang. Pematang sebaiknya berukuran
<30 cm. Bersihkan rumput-rumput, semak-semak serta tumpukan jerami, yang
biasanya menjadi tempat persembunyian tikus.
(d)
Konservasi dan Pemanfaatan Musuh Alami
Banyak dijumpai musuh alami tikus di
lapangan . Namun demikian banyak pula yang kehidupannya semakin terdesak oleh
ulah manusia karena masyarakat kurang mengerti tentang kegunaan musuh alami
tersebut. Upaya yang diperlukan terutama menumbuhkan opini masyarakat tentang
arti pentingnya kehidupan musuh alami tikus yang ada di lapangan.
Salah
satu contoh musuh alami yang dapat memberikan prospek yang baik adalah burung
hantu (Tyto alba), karena daya membunuhnya yang tinggi dan dapat
dikembangbiakan. Musuh alami lainnya adalah ular, kucing dan anjing. Khususnya
ular populasinya sudah semakin sedikit akibat seringnya di bunuh oleh manusia.
Oleh sebab itu usaha konservasinya perlu ditingkatkan melalui kegiatan
penyuluhan baik bagi petani maupun masyarakat lainnya.
(e)
Penerapan Pengaturan
Mengingat
upaya pengendalian hama tikus yang khas maka di tingkat lapang
penerapannya harus dikuatkan melalui kebijakan dari instansi
terkait dalam hal ini adalah Pemda setempat. Kebijakan/regulasi yang diperlukan
(dapat berupa instruksi, keputusan Perda, dsb) di bidang perlindungan tanaman
seperti larangan perburuan terhadap satwa pemangsa (predator) hama tikus,
pembentukan regu pengendalian, kewaspadaan terhadap timbulnya serangan dll.
(f)
Penggunaan Bahan kimiawi
Pengendalian
tikus dengan bahan kimia adalah menggunakan racun tikus (rodentisida) dan gas
beracun (fumigasi). Berdasarkan cara penggunaannya rodentisida terdiri
dari dua jenis yaitu rodentisida yang harus dicampurkan dengan umpan yang
disenangi tikus (seperti; beras, jagung, ketela pohon dan ubi jalar) dan rodentisida
siap pakai yaitu umpan yang telah mengandung racun. Penggunaan
rodentisida didasarkan atas adanya aktivitas tikus yaitu dengan adanya
pengamatan atas jejak tikus, kotoran tikus atau gejala serangan tikus.
Berdasarkan
cara kerjanya, rodentisida dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu rodentisida
akut dan rodentisida kronis (anti koagulan). Rodentisida akut bekerja cepat,
kematian biasanya terjadi 3-14 jam setelah peracunan. Kelemahan rodentisida
akut adalah dapat menimbulkan jera umpan, sedangkan rodentisida kronis adalah
racun yang daya bunuhnya lambat dan tidak menimbulkan jera umpan. Kematian
terjadi beberapa hari kemudian setelah memakan umpan racun kronis tersebut.
Untuk
melindungi umpan dari hujan dan agar tidak termakan hewan peliharaan, gunakan
tempat umpan yang diletakkan di galengan dekat dengan tempat-tempat tikus
bersembunyi atau dekat dengan liang-liang tikus serta di
jalan-jalan/tempat-tempat yang biasanya dilewati tikus. Jarak antara tempat
umpan + 50 meter. Masing-masing tempat umpan di isi 10-15 g.
|
Pengendalian
dengan menggunakan gas beracun dilakukan pada periode tanaman padi mencapai
stadium bunting sampai bermalai. Cara pelaksanaannya adalah menggunakan emposan
yaitu dengan cara membakar merang yang telah diisi belerang. Gas dan asap
yang dihasilkan dari pembakaran tersebut dihembuskan ke dalam liang tikus
menutup semua ruang-ruang/celah-celah yang memungkinkan tikus lari.
|
Gambar. Pengendalian dengan
fumigasi
|
|||||
Teknologi Pengendalian
Hama Tikus Dengan Sistem Pagar Perangkap
|
|||||
Oleh
Cipto N
|
Sistem
pagar perangkap merupakan salah satu teknologi pengendalian tikus sawah yang
efektif menangkap tikus secara terus menerus dari awal tanam sampai panen.
Teknologi ini merupakan modifkasi dari Sistem Bubu Perangkap (Trap Barrier
System/TBS) yang terdapat dalam Pengendalian Hama Tikus Terpadu (PHTT).
Cara
pengendalian dengan pagar sudah dikenal petani, namun pada umumnya belum
diketahui cara pemasangan yang tepat dan benar. ,Dalam sistem pagar perangkap
ini, pertanaman padi dikelilingi oleh pagar (plastik bening, plastik mulsa,
plastik terpal, atau karet talang) dalam skala luas dalam suatu hamparan
sawah dan pada setiap sisi pagar dipasangkan bubu perangkap yang menghadap
keluar untuk menangkap tikus dengan jarak masing-masing kurang lebih 25 m.
Pemasangan pagar dan bubu perangkap ini dilakukan dari awal menanam hingga
masa panen sehingga cukup praktis melindungi pertanaman padi dari serangan
hama tikus. Sistem pagar perangkap direkomendasikan untuk daerah endemik
serangan hama tikus dengan tingkat populasi hama tikus yang tinggi.
Satu
unit Sistem Pagar Perangkap terdiri dari : Pagar yang berfungsi untuk
mengarahkan tikus masuk bubu perangkap
Komponen
pagar terdiri dari :
1.
Pagar dapat berupa :
·
plastik bening ( 0,8 mm)
·
plastik mulsa
·
plastik terpal (semua warna dapat di
pakai)
·
plastik/karet talang
2. Ajir bambu setinggi ± 1 meter
untuk menegakkan pagar. Bubu perangkap yang
berfungsi sebagai alat untuk
memerangkap dan menampung tikus
Tahapan pemasangan
1. Pada
saat pengolahan tanah dibuat pematang dlm shg terbentuk parit dengan lebar
±50 cm.
2. Kemudian
dilakukan penanaman.
3. Pemasangan
ajir dan tali untuk menegakkan plastik di sisi luar pematang dalam dengan
waktu kurang dari 7 HST.
4. Jarak
tiap ajir bambu ± 1 m.
5. Tali
dipasang dibagian atas, tengah, bawah ajir.
6. Siapkan
plastik yang telah dibelah sehingga tinggi plastik ±70 cm.
7. Pasang
plastik yang dilekatkan dengan lidi pada ketiga tali yang terpasang pada ajir
bambu. Ujung bawah plastik harus selalu terendam air pada parit untuk
mencegah tikus melobangi pagar.
8. Pemasangan
bubu perangkap.
Posisi
pemasangan bubu perangkap
1. Bubu
perangkap dipasang setiap 20 m pada sisi dalam pagar plastik dengan posisi
lubang masuk tikus menghadap keluar
2. Di
depan lubang masuk tikus dipasang jalan masuk memudahkan tikus
3. Bubu
perangkap dipasang sedemikian rupa sehingga posisinya cukup stabil sehingga
tidak mudah digeser
Beberapa kesalahan pemasangan pagar
perangkap
1. Sisi
luar pagar ditanami padi.
2. Tidak
dibuat pematang dalam/parit, shg bagian bawah pagar tidak terendam air.
3. Ajir
bambu tidak dihubungkan oleh tali dan pagar plastik tidak dilekatkan pada
tali, sehingga pagar kurang kuat.
4. Jarak
antar ajir bambu terlalu jauh, lebih dari 1,5 m
5. Pematang
lebih tinggi daripada pagar plastik
6. Petani
kurang memperhatikan kondisi pagar
|
Sumber bacaan:
bbpadi.litbang.pertanian.go.id/index.php/berita/info-teknologi/content/104-pengendalian-hama-tikus-terpadu
tanggal 12 Oktober 2017 (on line)
Comments
Post a Comment